KETIKA
PARA WTS MENDATANGI SEKOLAH-SEKOLAH
Oleh:
Taryaman, S.Pd*
Sekarang-sekarang
ini banyak WTS yang mendatangi sekolah-sekolah. Apalagi kalau sekolah tersebut
baru saja menerima bantuan atau proyek dari pemerintah. Mereka datang mulai
dengan tampang yang sopan sampai dengan tampang yang galak bak seperti seorang
preman. Kedatangan mereka pun bukannya disambut dengan mesrah, tapi sebaliknya disambut
dengan rasa ketidaksukaan dari para warga sekolah terutama oleh para kepala
sekolahnya sendiri. Tak jarang kepala sekolah tersebut berusaha menghindar
untuk menemuinya. Siapakah para WTS ini sehingga sangat ditakuti oleh para
kepala sekolah? Kenapa para kepala sekolah ini begitu takutnya menghadapi para
WTS? WTS ini adalah singkatan dari wartawan
tanpa surat kabar. istilah lainnya wartawan
bodrek alias wartawan abal-abal.
Istilah
WTS ini diambil karena mereka mengaku sebagai wartawan, tapi keberadaan surat
kabar dan dewan direksinya pun tidak jelas. Biasanya mereka datang mencari
informasi ke sekolah-sekolah yang ujung-ujungnya meminta imbalan ke pihak
sekolah, jika tidak mereka akan mengancam akan menerbitkan segala
kekurangan-kekurangan yang ada di sekolah tersebut di surat kabarnya. Mereka
melakukan aksi pungli atau premanisme ke sekolah dengan memakai baju wartawan. Para
WTS ini jelas-jelas mencederai profesi wartawan dan dunia pers yang katanya
bertindak sebagai lembaga kontrol sosial, tapi oleh para WTS ini tujuan itu dibelokkan
untuk mencari sejumlah uang atau materi demi kepentingannya sendiri.
Maraknya
para WTS ini tak terlepas dari adanya kebijakan pemerintah pada masa awal-awal
reformasi. Kebebasan pers pada masa ini mulai tumbuh berkembang. Berbagai
peraturan-peraturan yang memasung kebebasan pers dicabut, misalnya Permenpen
tentang SIUPP, Permenpen tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Wartawan, SK Menpen
tentang prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan SIUPP. Kemudian
dikeluarkannya UU No.40 1999 tentang pers membuat pertumbuhan penerbitan pers
nasional sangat pesat. Di daerah-daerah, baik provinsi maupun kabuten/kota
banyak bermunculan koran-koran lokal. Secara kuantitas surat kabar di indonesia
bertambah pesat, tetapi terkadang tidak dibarengi kualitas surat kabar
tersebut. Maka banyak bermunculanlah wartawan-wartawan yang secara kapabilitas
kurang dipertanggungjawabkan. Salah satu wartawan tersebut adalah para WTS (watawan tanpa surat kabar).
Fungsi
dan Peranan Pers
Fungsi dan
peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers,
fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol
sosial. Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan
peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar melakukan pengawasan,
kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
1. Pers sebagai pembentuk opini publik
Berdasarkan fungsi dan peranan yang
di atas, pers sebagai pembentuk opini yang paling potensial dan efektif. Media
massa adalah sarana komunikasi yang menghubungkan masyarakat. Secara umum opini
publik menggambarkan suatu sikap bersama atau suasana hati masyarakat, baik
positif maupun negatif. Opini publik mewakili pendapat atau pandangan
masyarakat mengenai suatu persoalan. Menurut kamus bahasa Indonesia (2003),
opini artinya pendapat atau pikiran, sedangkan publik berarti orang banyak atau
diartikan sebagai pendapat orang banyak atau pendapat umum. Menurut Bernard Hannessy opini publik adalah
pendapat yang dinyatakan oleh sejumlah orang mengenai isu (peristiwa, kasus)
yang menyangkut kepentingan umum.
Semua negara di dunia terutama
negara demokrasi, media massa memiliki memiliki peran yang sama yaitu menjadi
media pembentuk publik. Opini publik dapat mempengaruhi dan membentuk pendapat atau
pembicaraan orang banyak. Media massa dapat mempengaruhi pendapat masyarakat
melalui berbagai informasi yang disajikan. Media massa menjadi sarana yang
efektif dalam membentuk pendapat umum (opini publik), terutama menyangkut
kebijakan pemerintah.
Media massa memiliki peran yang
sangat penting dalam mendukung perkembangan kehidupan demokrasi. Dengan pers
yang bebas, akan mendorong masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara bebas
dan bertanggung jawab. Namun pendapat umum yang dibentuk media massa terkadang
bermuatan politik, misalnya pendapat yang mendukung salah satu partai politik.
Dalam hal ini media massa condong berpolitik artinya tidak netral. Akibatnya
informasi yang disajikan tidak objektif dan kurang akurat. Sebenarnya
masyarakat menghendaki media massa untuk bersikap netral. Media massa yang
diharapkan masyarakat adalah yang dapat menyampaikan informasi secara akurat,
objektif dan terpercaya. Media massa yang seperti inilah yang dapat membantu
mencerdaskan masyarakat. Di samping itu dapat memperluas wawasan masyarakat
sehingga opini publik yang terbentuk bersifat positif.
2. Media massa sebagai kontrol sosial
Media massa menjadi sarana untuk
menampung dan mengepresikan harapan, keluhan, protes, protes, dan kritik
masyarakat terhadap isu atau kebijakan pemerintah. Apa yang menjadi harapan,
keluhan dan protes masyarakat dapat tersalurkan melalui media massa untuk
dikomunikasikan kepada khalayak. Media massa diharapkan selalu berpihak kepada
masyarakat, bukan kepada penguasa atau kelompok tertentu. Media massa yang
berpihak kepada masyarakat akan mampu membela dan menyuarakan aspirasi dan
kepentingan masyarakat. Hal ini akan memperkuat keberadaan media massa di
masyarakat.
Media massa yang berpihak kepada
masyarakat akan mampu menjadi pelaku kontrol sosial. Maksudnya mengawasi
perilaku anggota masyarakat dan pemerintah agar tidak menyimpang dari
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sebagai kontrol sosial,
media massa akan mampu mengajak, mengarahkan, memaksa masyarakat dan pemerintah
untuk mematuhi nilai-nilai yang ada di Indonesia.
3. Media massa mendorong kebebasan berbicara dan
berkomunikasi
Dengan adanya pers yang bebas akan
mendorong masyarakat untuk berani mengemukakan pendapatnya, karena dijamin oleh
undang-undang. Pers yang bebas dan mandiri akan menjamin masyarakat memperoleh
kebebasan mendapatkan informasi secara objektif dan bertanggung jawab. Selain
hal tersebut, pers juga sebenarnya telah mendidik masyarakat tentang bagaimana
kita seharusnya mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggungjawab.
Seseorang yang punya unek-unek pada
sistem pemerintahan atau yang lainnya dapat secara langsung menyampaikan hal
tersebut melalui pers.
Kembali ke para WTS (wartawan tanpa surat kabar) yang datang
ke sekolah-sekolah. Walaupun para WTS jelas-jelas
mencederai profesi wartawan dengan cara meminta sejumlah uang ke
sekolah-sekolah, tapi menurut penulis para WTS ini tak selamanya salah. Ini
terjadi karena ada sebab dan akibat. Para WTS tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan atau dirahasiakan di
sekolah tersebut tersebut terutama masalah keuangan sekolah. Hal tersebut
sangat dimanfaatkan oleh para WTS. Jadi
saran penulis untuk para kepala sekolah jangan takut kepada para WTS, seandainya tidak ada yang sesuatu yang
perlu disembunyikan atau dirahasiakan dalam penggunaan anggaran di sekolah.
Buatlah laporan keuangan sekolah apa adanya tanpa perlu ditutup-tutupi. Jika
para WTS ini tetap membandel,
laporkan saja ke pihak berwajib. Mungkin itu alternatif terakhir. Mudah-mudahan
para kepala sekolah tetap amanah dan para WTS
pun tidak kembali lagi ke
sekolah-sekolah.
*Guru/staf pengajar SMPN 2 Plered
Tidak ada komentar:
Posting Komentar