Senin, 11 Juni 2012

artikel


FILM SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Oleh: Taryaman, S.Pd *
Di era tahun 80-an Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Depdiknas) mengadakan program nonton film bareng  bagi murid-murid dari tingkatan SD sampai SMA. Mereka secara bergiliran (dijadwal) untuk menonton film di bioskop bioskop yang sudah tunjuk. Biasanya yang diputar adalah film-film perjuangan baik sebelum masa kemerdekaan maupun masa setelah kemerdekaan. Salah satu yang pernah penulis nonton pada waktu itu adalah film Penghianatan G 30/S/PKI.  Murid-murid begitu bersemangat dan antusias mengikuti program nonton film bareng ini. Ini pengalaman baru bagi mereka sekaligus merupakan hiburan dan melepas sejenak rutinitas belajar di dalam kelas. Termasuk yang dialami oleh penulis. Ini pertama kali bagi penulis menonton film dalam ruangan bioskop. Penulis masih teringat betul isi dan pesan moral yang ingin di sampaikan dari film Penghianatan G 30/S/PKI tersebut. Karena begitu efektifnya media film ini dalam pendidikan nilai, maka tak salah bila media film bisa dijadikan media pembelajaran di kelas. Media film memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri dibandingkan media-media lainnya.
            Film sebagai media pembelajaran bisa dijadikan tontonan sekaligus tuntutan bagi siswa. Film sebagai tontonan karena film bisa dijadikan hiburan bagi mereka, sehingga proses pembelajarannya pun lebih menyenangkan. Mereka lebih antusias dan termotivasi mengikuti proses kegiatan belajar di kelas, sehingga tujuan pembelajaran yang kita harapkan dapat mudah tercapai. Salah satu pengalaman yang dialami oleh penulis ketika menggunakan film sebagai media pembelajaran adalah siswa lebih antusias dan memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Indikatornya adalah mereka lebih tenang dan senang menonton film yang sudah dipersiapkan. Biasanya mereka lebih gaduh dan kurang memperhatikan guru, kalau cuma sekedar menggunakan metode ceramah saja dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Mereka pun hampir selama dua jam pelajaran tidak ada yang ijin ke belakang. Biasanya mereka dengan berbagai alasan berusaha untuk bisa keluar dari kelas atau ijin ke belakang.
            Film juga sebagai tuntunan bagi siswa, karena film memberikan pengaruh  nilai-nilai positif bagi siswa. Salah satu kelebihan film adalah tampilannya berbentuk audio visual dan terdramatisir, sehingga siswa secara emosional larut dalam film yang ditontonannya.  Siswa seakan-akan diajak masuk ke dunia film yang ada. Berbeda kalau media yang ditampilkan dalam bentuk tulisan atau teks book terkadang emosional siswa kurang tereksplorasi. Siswa cuma paham unsur kognitifnya saja sedangkan unsur afektif dan psikomotornya kurang tergali. Media film dalam pembelajaran diharapkan potensi siswa dapat tergali bukan hanya unsur kognitifnya saja, tetapi unsur afektif dan psikomotornya pun tergali. Siswa diharapkan mengambil manfaat dari film yang ditontonnya, baik dari alur ceritanya maupun suri tauladan dari penampilan tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam film tersebut.
Membuat Film sebagai Media Pembelajaran
            Penulis dalam proses pembelajaran kali ini menggunakan program power point. Sebelumnya kita lihat dulu materi (Kompetensi Dasar) yang akan diajarkan. Dari materi (Kompetensi Dasar) tersebut kita mengetahui kira-kira film yang cocok atau mendukung proses pembelajaran nanti. Film yang digunakan penulis adalah dengan cara mengunduh dari you tube dengan menggunakan program youtube downloader. Setelah film-film telah terunduh, kemudian film tersebut dikonventer dalam format window media video (WMV). Tujuan mengkonventer ini adalah supaya film yang sudah ada bisa dimuat (dimasukan) ke dalam program power point yang sudah kita persiapkan. Tak lupa juga kita memberikan keterangan terhadap film-film tersebut, sehingga dari satu film ke filmnya bisa tersambung alur ceritanya.
            Penulis menyajikan power point ke dalam bagian yaitu pembukaan, isi pokok materi dan penutup.
1.    Pembukaan
Pada tahap pembukaan ini penulis menampilkan lagu-lagu rohani atau religius. Maksud dan tujuannya adalah ingin merefresh atau menyegarkan stamina daya konsentrasi belajar siswa setelah menerima pelajaran-pelajaran sebelumnya. Diharapkan setelah mendengarkan lagu rohani, mereka siap menerima materi yang akan kita ajarkan. Tak lupa pula kita memberikan nilai-nilai dari lagu rohani tersebut yang dikaitkan dengan materi yang akan kita ajarkan, termasuk tujuan pembelajaran yang akan mereka terima.
Pada bagian pokok ini penulis menampilkan film-film atau materi-materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ada. kita harus memberikan pengarahan terhadap siswa pada film-film yang sedang ditayangkan. Kita pun harus menghentikan slide film tersebut, jika ada penekanan pemahaman terhadap isi materi yang ditayangkan, kemudian melanjutkan penayangan film tersebut jika dirasa murid sudah siap dan mengerti materi yang kita ajarkan. Kita diharapkan mampu merangkai alur cerita dari film-film yang sedangkan ditayangkan.
2.    Penutup
Pada bagian ini penulis memberikan evaluasi sekaligus refleksi terhadap nilai-nilai yang ada dalam film tersebut untuk bisa dijalankan dalam sehari-hari siswa. Sebagai penutup penulis menayangkan film-film singkat mengenai motivasi diri, sehingga lebih memompa semangat siswa untuk bisa berbuat lebih baik lagi.
Penggunaan film sebagai media pembelajaran bisa merupakan perwujudan dari PAIKEM (Pembelajaran Aktif Interaktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) seperti yang sering kita dengung-dengungkan. Diharapkan proses pembelajaran ini bukan lagi menjadi beban, tetapi menjadi sesuatu yang menyenangkan. Kita sebagai guru pun dituntut untuk tidak gaptek (gagap teknologi), tetapi menjadi guru yang fastek (fasih teknologi). ICT  (Informtion Comunication Technology) mampu mempermudah tugas kita sebagai guru. Dengan ICT pula guru lebih kreatif, efektif dan efesien dalam merencanakan proses pembelajaran di kelas, sehingga harapan kita dan harapan bangsa Indonesia tentang kemajuan pendidikan bisa terwujud.

*Guru/Staf Pengajar SMPN 2 Plered, Cirebon























artikel


KETIKA PARA WTS MENDATANGI SEKOLAH-SEKOLAH
Oleh: Taryaman, S.Pd*
          Sekarang-sekarang ini banyak WTS yang mendatangi sekolah-sekolah. Apalagi kalau sekolah tersebut baru saja menerima bantuan atau proyek dari pemerintah. Mereka datang mulai dengan tampang yang sopan sampai dengan tampang yang galak bak seperti seorang preman. Kedatangan mereka pun bukannya disambut dengan mesrah, tapi sebaliknya disambut dengan rasa ketidaksukaan dari para warga sekolah terutama oleh para kepala sekolahnya sendiri. Tak jarang kepala sekolah tersebut berusaha menghindar untuk menemuinya. Siapakah para WTS ini sehingga sangat ditakuti oleh para kepala sekolah? Kenapa para kepala sekolah ini begitu takutnya menghadapi para WTS? WTS ini adalah singkatan dari wartawan tanpa surat kabar. istilah lainnya wartawan bodrek alias wartawan abal-abal.
Istilah WTS ini diambil karena mereka mengaku sebagai wartawan, tapi keberadaan surat kabar dan dewan direksinya pun tidak jelas. Biasanya mereka datang mencari informasi ke sekolah-sekolah yang ujung-ujungnya meminta imbalan ke pihak sekolah, jika tidak mereka akan mengancam akan menerbitkan segala kekurangan-kekurangan yang ada di sekolah tersebut di surat kabarnya. Mereka melakukan aksi pungli atau premanisme ke sekolah dengan memakai baju wartawan. Para WTS ini jelas-jelas mencederai profesi wartawan dan dunia pers yang katanya bertindak sebagai lembaga kontrol sosial, tapi oleh para WTS ini tujuan itu dibelokkan untuk mencari sejumlah uang atau materi demi kepentingannya sendiri.
            Maraknya para WTS ini tak terlepas dari adanya kebijakan pemerintah pada masa awal-awal reformasi. Kebebasan pers pada masa ini mulai tumbuh berkembang. Berbagai peraturan-peraturan yang memasung kebebasan pers dicabut, misalnya Permenpen tentang SIUPP, Permenpen tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Wartawan, SK Menpen tentang prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan SIUPP. Kemudian dikeluarkannya UU No.40 1999 tentang pers membuat pertumbuhan penerbitan pers nasional sangat pesat. Di daerah-daerah, baik provinsi maupun kabuten/kota banyak bermunculan koran-koran lokal. Secara kuantitas surat kabar di indonesia bertambah pesat, tetapi terkadang tidak dibarengi kualitas surat kabar tersebut. Maka banyak bermunculanlah wartawan-wartawan yang secara kapabilitas kurang dipertanggungjawabkan. Salah satu wartawan tersebut adalah para WTS (watawan tanpa surat kabar).
Fungsi dan Peranan Pers
          Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
1.    Pers sebagai pembentuk opini publik
Berdasarkan fungsi dan peranan yang di atas, pers sebagai pembentuk opini yang paling potensial dan efektif. Media massa adalah sarana komunikasi yang menghubungkan masyarakat. Secara umum opini publik menggambarkan suatu sikap bersama atau suasana hati masyarakat, baik positif maupun negatif. Opini publik mewakili pendapat atau pandangan masyarakat mengenai suatu persoalan. Menurut kamus bahasa Indonesia (2003), opini artinya pendapat atau pikiran, sedangkan publik berarti orang banyak atau diartikan sebagai pendapat orang banyak atau pendapat umum. Menurut Bernard Hannessy opini publik adalah pendapat yang dinyatakan oleh sejumlah orang mengenai isu (peristiwa, kasus) yang menyangkut kepentingan umum.
Semua negara di dunia terutama negara demokrasi, media massa memiliki memiliki peran yang sama yaitu menjadi media pembentuk publik. Opini publik dapat mempengaruhi dan membentuk pendapat atau pembicaraan orang banyak. Media massa dapat mempengaruhi pendapat masyarakat melalui berbagai informasi yang disajikan. Media massa menjadi sarana yang efektif dalam membentuk pendapat umum (opini publik), terutama menyangkut kebijakan pemerintah.
Media massa memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung perkembangan kehidupan demokrasi. Dengan pers yang bebas, akan mendorong masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Namun pendapat umum yang dibentuk media massa terkadang bermuatan politik, misalnya pendapat yang mendukung salah satu partai politik. Dalam hal ini media massa condong berpolitik artinya tidak netral. Akibatnya informasi yang disajikan tidak objektif dan kurang akurat. Sebenarnya masyarakat menghendaki media massa untuk bersikap netral. Media massa yang diharapkan masyarakat adalah yang dapat menyampaikan informasi secara akurat, objektif dan terpercaya. Media massa yang seperti inilah yang dapat membantu mencerdaskan masyarakat. Di samping itu dapat memperluas wawasan masyarakat sehingga opini publik yang terbentuk bersifat positif.
2.    Media massa sebagai kontrol sosial
Media massa menjadi sarana untuk menampung dan mengepresikan harapan, keluhan, protes, protes, dan kritik masyarakat terhadap isu atau kebijakan pemerintah. Apa yang menjadi harapan, keluhan dan protes masyarakat dapat tersalurkan melalui media massa untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Media massa diharapkan selalu berpihak kepada masyarakat, bukan kepada penguasa atau kelompok tertentu. Media massa yang berpihak kepada masyarakat akan mampu membela dan menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Hal ini akan memperkuat keberadaan media massa di masyarakat.
Media massa yang berpihak kepada masyarakat akan mampu menjadi pelaku kontrol sosial. Maksudnya mengawasi perilaku anggota masyarakat dan pemerintah agar tidak menyimpang dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sebagai kontrol sosial, media massa akan mampu mengajak, mengarahkan, memaksa masyarakat dan pemerintah untuk mematuhi nilai-nilai yang ada di Indonesia.
3.    Media massa mendorong kebebasan berbicara dan berkomunikasi
Dengan adanya pers yang bebas akan mendorong masyarakat untuk berani mengemukakan pendapatnya, karena dijamin oleh undang-undang. Pers yang bebas dan mandiri akan menjamin masyarakat memperoleh kebebasan mendapatkan informasi secara objektif dan bertanggung jawab. Selain hal tersebut, pers juga sebenarnya telah mendidik masyarakat tentang bagaimana kita seharusnya mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggungjawab. Seseorang yang punya unek-unek pada sistem pemerintahan atau yang lainnya dapat secara langsung menyampaikan hal tersebut melalui pers.
            Kembali ke para WTS (wartawan tanpa surat kabar) yang datang ke sekolah-sekolah. Walaupun para WTS jelas-jelas mencederai profesi wartawan dengan cara meminta sejumlah uang ke sekolah-sekolah, tapi menurut penulis para WTS ini tak selamanya salah.     Ini terjadi karena ada sebab dan akibat. Para WTS tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan atau dirahasiakan di sekolah tersebut tersebut terutama masalah keuangan sekolah. Hal tersebut sangat dimanfaatkan oleh para WTS. Jadi saran penulis untuk para kepala sekolah jangan takut kepada para WTS, seandainya tidak ada yang sesuatu yang perlu disembunyikan atau dirahasiakan dalam penggunaan anggaran di sekolah. Buatlah laporan keuangan sekolah apa adanya tanpa perlu ditutup-tutupi. Jika para WTS ini tetap membandel, laporkan saja ke pihak berwajib. Mungkin itu alternatif terakhir. Mudah-mudahan para kepala sekolah tetap amanah dan para WTS  pun tidak kembali lagi ke sekolah-sekolah.

                        *Guru/staf pengajar SMPN 2 Plered






















artikel


SEANDAINYA SEMUA ORANG DI INDONESIA MENJADI SEORANG GURU
Oleh: Taryaman, S.Pd*
Apakah anda seorang guru? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka setiap orang bisa menjawab: ya! Saya seorang guru. Ini karena setiap orang ditakdirkan untuk menjadi seorang guru. Jika kita menjadi orang tua, maka kita dituntut menjadi guru untuk anak-anaknya. Jika kita menjadi pejabat, maka kita dituntut menjadi guru untuk bawahannya. Dalam hidup bertetangga kita diharapkan menjadi guru bagi tetangga-tetangganya. Dalam pergaulanpun kita diharapkan menjadi guru bagi teman-temannya. Kesimpulannya di mana pun kita berada diharapkan menjadi guru bagi lingkungan sekitar kita.
            Secara harfiah guru berasal dari kata digugu dan ditiru yang artinya panutan dan tauladan. Untuk menjadi seorang yang pantas dipanuti dan ditauladani, kita dituntut berpengetahuan luas dan berperilaku yang positif (uswatun hasanah) dalam kehidupan kita sehari-hari. Tanpa itu semua maka suatu kemustahilan jika kita bisa dijadikan panutan dan tauladan bagi lingkungan sekitar kita. Pengertian lainnya guru adalah kerjanya mengajar (Poerwadarminta). Pada pengertian yang kedua ini adalah guru dilihat sebagai suatu profesi. Mereka biasanya bekerja pada suatu lembaga pendidikan.
Keistimewaan Seorang Guru
            Dalam Islam guru memiliki derajat yang mulia di sisi Allah SWT. Seorang guru sama seperti juru dakwah yang menyebarkan nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan di seluruh penjuru dunia. Perintah tersebut bisa kita lihat dalam surat Al Asr ayat 2-3: “Semua orang mengalami kerugian, kecuali orang yang beriman, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran”. Dalam hadits juga diterangkan, “sampaikan kebenaran walau satu Ayat” (H.R Bukhori). Dari kedua ayat itu jelaslah bahwa kita wajibkan untuk menjadi seorang guru atau seorang pendakwah yang saling menasehati satu sama lain dan menebarkan nilai-nilai kebaikan bagi lingkungan sekitar kita.

Apakah keistimewaan keistimewaan seorang guru? Keistimewaan keistimewaan itu diantaranya:
1.    Seorang guru sama seperti ulama atau ilmuwan yang bertugas sebagai pewaris tugas kenabian.
Innama buistu liutamimmah makarimal akhlak. “Sesungguhnya diriku diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak”. Nabi Muhamad adalah nabi terakhir. Tidak ada nabi  lagi sepeninggal beliau, tapi tugas kenabiannya masih terus berlangsung sampai akhir jaman. Para guru, ulama atau ilmuwanlah yang mewarisi tugas kenabian tersebut. Merekalah yang selalu memancarkan nilai-nilai kebenaran di tengah-tengah masyarakat. Kemuliaan mereka tentulah mendekati kemuliaan para nabi, karena di tangan merekalah estafet tugas kenabian mereka emban. Al ‘ulama warosatul ambiya (ulama adalah pewaris para nabi).
2.    Pahala mengajar (guru) adalah termasuk pahala yang tidak putus-putus/amal jariyah
Hal ini terjadi jika ilmu pengetahuan yang kita ajarkan bermanfaat dan terus dilaksanakan oleh orang lain, maka pahalanya mengalir terus tidak terputus atau istilah lainnya amal jariyah. Beruntunglah orang yang memiliki amal jariyah, walaupun diri kita sudah berkalang tanah tinggal tulang belulang, tapi selama hidup kita memberikan sesuatu yang manfaat terus menerus, maka pahalanya pun terus mengalir pula. Itulah amal jariyah. Macan mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, sedangkan manusia mati meninggalkan nama baik. Itulah pepatah yang cocok untuk amal jarinya. Dalam hadits nabi diterangkan, “Bila anak Adam meninggal terputuslah amalnya kecuali tiga (perkara): shodaqoh jariyah (sedekah yang berlanjut), ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya”. (H.R Muslim).
3.    Guru, ulama atau ilmuwan adalah agen perubahan (agen of change)
Syarat utama untuk menggapai kesuksesan dunia akherat adalah ilmu pengetahuan. “Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu.” (HR. Thabrani). Ilmu pengetahuan dijadikan petunjuk arah atau pedoman dalam kita beraktivitas sehari-hari dan berkat ilmu pengetahuan pula kehidupan di dunia ini jadi berkembang ke arah yang lebih baik lagi. Tanpa ilmu pengetahuan kehidupan di dunia akan stagnan (mandeg) tidak berkembang. Terus siapa orang yang mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan tersebut? Guru, ulama atau ilmuwanlah orangnya. Merekalah agen perubahan di dunia ini. Kemajuan yang sekarang kita rasakan adalah berkat jasa guru, ulama atau ilmuwan terdahulu. Maka bisa jadi peran kita sekarang akan dinikmati manfaatnya pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Karena begitu pentingnya ilmu pengetahuan maka dalam Islam pun menuntut ilmu sangat begitu diperhatikan. ”Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari). Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim).  “Carilah ilmu itu walau di negeri Cina”.(HR. Abdul Bar)
Melihat begitu pentingnya peran seorang guru. Penulis pun berandai-andai di tengah  kesemerawutan masalah di negeri ini mulai dari korupsi yang merajalela, kenakalan remaja, dekadensi moral dan masalah lainnya akan musnah dari negeri ini, jika semua orang atau penduduk merasa jadi seorang guru. Dengan merasa jadi seorang guru, mereka akan berusaha menjadi panutan (digugu) dan tauladan (ditiru) bagi sesamanya. Dengan merasa jadi seorang guru, mereka akan berusaha belajar memperdalam ilmu pengetahuannya sebagai bekal pembelajaran bagi dirinya dan lingkungan di sekitarnya. Sehingga apa yang kita cita-citakan menjadi negeri yang barokah dan maju bisa terlaksana. Semoga mimpi ini bisa terlaksana. Amiin.



*Guru SMPN 2 Plered, Cirebon.



























Jumat, 08 Juni 2012

Kamis, 20 Oktober 2011

cerpen


 CINTA SANG GURU
Oleh: Taryaman, S.Pd*)
................
.....................
Umar Bakri .....
Umar Bakri.....
40 tahun mengabdi jadi guru jujur berbakti ...
Memang makan hati.
..................

Di angkot yang ditumpangi Pak Junedi, lagu Umar Bakri ciptaan Iwan Fals terus berkumandang. Ditengah cuaca yang sangat terik dan bisingnya kemacetan lalu lintas menambah penatnya suasana di siang itu. Ada rasa marah dan sedih  mendengar lirik lagu Umar Bakri ciptaan Iwan Fals tersebut.  Pak Junedi yang berprofesi sebagai guru yang jujur tentu tidak terima dengan penggambaran nasib guru seperti Umar Bakri. Sebegitu melaratkah nasib guru, sehingga para guru cuma mampu mampu membeli sepeda butut sebagai sarana transportasinya? Sebegitu rendahkah penghargaan para anak didiknya terhadap pahlawan tanda jasa ini yang jelas-jelas berjasa mengantarkan mereka ke gerbang cita-cita yang mereka inginkan?
“Mungkin ini sekedar lagu yang terkadang terlalu berlebihan”, kata Pak Junedi dalam hati.
Pak Junedi percaya seandainya ia berbuat yang terbaik pada anak didiknya, maka dengan sendirinya mereka pun akan menghargai dan berterimasih kepadanya. Tapi penggambaran yang dikemukakan Iwan Fals tidak selamanya salah. Mungkin ada sebagian kecil anak didiknya terkadang kurang menghargai jerih payah para gurunya. Para guru yang jujur terkadang sering makan hati. Mereka bekerja keras dengan sepenuh hati mencerdaskan  anak didiknya, tapi ketika anak didiknya keluar dari bangku sekolah dan menjadi orang besar. Maka mereka dengan mudah  melupakan begitu saja jasa-jasa guru di sekolahnya. Mereka seperti kacang lupa pada kulitnya. Bagi Pak Junedi ini hanya kasus kecil yang mungkin terjadi pada satu atau dua siswa dari sekian ribu siswa yang pernah dididiknya. Ada rasa bangga ketika melihat anak didiknya menjadi orang besar, tetapi mereka tetap menghargai dan menganggap sebagai gurunya. Bukankah mereka besar karena jasa para guru? Termasuk negeri ini akan berterimakasih pada para guru. Bukankah pembangunan dan kesejahteraan yang kita rasakan sekarang  berkat jasa guru? Bukankah kemajuan kemajuan negeri berkat jasa guru? Peranan guru sangatlah besar dalam pembangunan bangsa ini.
Akhirnya Pak Junedi sampai juga di tempat yang dituju. Angkot segera merapat ke pinggir jalan. Pak Junedi segera turun dan membayar ongkos sesuai tarif yang ada. Ia segera berjalan menuju tempat tinggalnya yang berjarak kurang lebih 300 meter dari jalan raya. Cuaca yang begitu terik ditambah perut Pak Junedi yang keroncongan yang ingin segera diisi membuat jarak 300 meter serasa begitu jauh untuk ditempuh. Rasa haus dan keringat segera bercucuran membasahi wajah dan baju yang dikenakan Pak Junedi. Ingin rasanya ia membeli sepeda motor atau mobil sebagai sarana transportasinya yang membuat lebih mudah dalam beraktifitas. Sepeda motor satu-satunya yang ia punya terpaksa dipakai anaknya untuk pulang pergi kuliah. Tapi sayang gaji yang ia terima setiap bulan terkadang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dalam sebulan, bahkan terkadang pada akhir bulan ia sering mencari pinjaman untuk menutupi kebutuhan keluarganya. Sehingga niatan untuk sepeda motor atau mobil masih sebatas angan-angan.
Ia sering bergumam, “Seandainya saya sudah masuk sertifikasi guru, mungkin keadaannya akan lebih baik. Bisa membeli motor lagi atau minimal tidak usah mencari hutangan lagi setiap bulannya”.
Ia sangat berharap untuk segera mendapatkan tunjangan sertifikasi guru, tapi karena masa kerja masih kurang ia belum dipanggil untuk mengikuti pendidikan sertifikasi guru. Cerita teman-temannya yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi guru telah membuai lamunan Pak Junedi untuk bisa hidup lebih baik lagi dari keadaannya sekarang. Ia sudah bosan mendengar omelan istrinya yang selalu merasa kekurangan terhadap gaji yang ia terima. Sudah berkali-kali istrinya menyuruh untuk mencari objekan atau bisnis sampingan di luar kegiatan mengajarnya. Tapi untuk mencari bisnis sampingan itu tidak semudah membalikkan tangan, butuh proses dan perjuangan. Akhirnya gaji guru tetap menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Setelah sekian lama berjalan tak terasa sampai juga Pak Junedi di depan rumahnya. Istana mungil dengan halaman yang tak begitu luas menanti kedatangannya. “Assalamualaikum...”, kata Pak Junedi sambil mengetuk pintu.
“Waalaikumussalam...”.
 Pintu rumah pun segera terbuka. Ibu Hindun segera menyambut dan menyalami suaminya yang baru datang. Tak lupa ia menyediakan air minum untuk Pak Junedi yang kelihatannya begitu haus sehabis pulang mengajar. Rasa pegal selama perjalanan seakan-akan hilang setelah sampai ke rumah.  
Rasa syukur tak lupa Pak Junedi ucapkan, ”Alhamdulillah, nyampe juga di rumah”.
Pak Junedi segera membuka sepatu dan merebahkan badan pada sofa ruang tamunya.
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara, “Ayah datang...ayah datang.....ayah datang”. Suara itu terus diucapkan berulang-ulang.  Mendengar suara itu bagi Pak Junedi bagaikan embun peneduh  yang bisa menghilangkan segala masalah yang ia hadapi hari ini.  Bidadari cantik Pak Junedi segera menghampiri dan menyalaminya.  Bidadari ini bernama Wati anak kedua Pak Junedi yang masih duduk kelas 1 SD.
 Ayah  bawa oleh-oleh ga?”, kata Wati yang begitu manja pada ayahnya.
“Ayah sudah mempersiapkan oleh-oleh buat Wati, tapi dengan syarat wati memberi hadiah  ke ayah dulu”, kata Pak Junedi sambil menepuk pipinya.
Akhirnya tanpa diperintah Wati segera mengerti maksud ayahnya. Ia segera mencium kedua pipi ayahnya. Ciuman itu sangat berarti bagi Pak Junedi, yaitu ciuman kasih sayang seorang anak pada ayahnya. Setelah itu Pak Junedi segera memberikan coklat yang sengaja ia beli untuk anak tercintanya.
“Terimakasih ayah...”, kata Wati lagi sambil berlalu dari tempat duduk ayahnya dan kembali kepada aktivitas bermainnya.
Ada rasa bangga  melihat Wati anak bungsunya begitu riang tanpa beban. Rasa bangga melihat wati bisa tumbuh sehat dengan penuh kasih sayang darinya, tapi rasa risau akan masa depan anak-anaknya tetap menggelayuti  bathinnya. Melihat Keadaan masyarakat yang semakin hari semakin jauh dari nilai-nilai moral, belum lagi pengaruh-pengaruh budaya dari luar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak-anaknya. Pergaulan bebas, hedonisme, kapitalisme, liberalisme, mental korupsi, menurunnya nilai-nilai kejujuran di masyarakat  dan masih banyak budaya-budaya dari luar  yang sangat ia takuti berpengaruh pada masa depan anaknya.  Sebagai seorang guru tentu memiliki keterbatasan untuk bisa menangkal semua pengaruh-pengaruh tersebut. Ia membutuhkan dukungan dari semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah untuk bersama-sama menjaga nilai-nilai moral yang ada. Tanpa dukungan mereka maka tugasnya sebagai guru akan lebih sulit dilaksanakan. Pak Junedi sadar sebagai guru yang merupakan pewaris kenabian tentu banyak mendapat tantangan yang tidak ringan. Ia merupakan garda terdepan sekaligus benteng terakhir menjaga nilai-nilai moral di masyarakat. Ia akan terus menaburkan benih-benih cinta, nilai-nilai kebenaran dan kedamaian di muka bumi ini. Ia akan membuat indonesia yang sesungguhnya pada kelas dan sekolah yang ia bina dan yang ia bimbing. Ia yakin apa yang ia perbuat bisa bermakna bagi indonesia.
Ia selalu berpesan dan berdoa kepada anak didiknya, “Anak-anakku semoga engkau meraih masa depanmu, tanpa menghilangkan nilai-nilai moral bangsa ini”.
 Akhirnya Pak Junedi pun merebahkan diri di sofa rumahnya untuk sedikit menghilangkan rasa capai yang ia rasakan tanpa mengendurkan harapan dan doa yang selalu ia panjatkan untuk keberhasilan anak didiknya. Semoga cita-cita dan harapan Pak Junedi dapat terwujud.  Amiin...
               
                                *)Guru/staf pengajar SMPN 2 Plered, Cirebon